Jumat, 13 April 2012

Alasan NU Memilih Salah Satu Madzhab 4

1. Kualitas pribadi dan keilmuan ke empat madzhab itu sudah masyhur, jika disebut nama mereka hampir dapat dipastikan mayoritas umat Islam di dunia mengenal dan tidak perlu lagi menjelaskan secara detail.

2. Ke empat Imam madzhab tersebut merupakan Imam Mujtahid Mutlak Mustaqil, yaitu Imam Mujtahid yang mampu secara mandiri menciptakan Manhajul Fikr, pola, metode, proses dan prosedur istinbath dengan seluruh perangkat yang dibutuhkan. Sekelas Imam Ghazali saja belum mencapai derajat seperti empat Imam Madzhab itu, beliau masih mengikuti madzhab Imam Syafi`i.

3. Para Imam Madzhab itu mempunyai murid yang secara konsisten mengajar dan mengembangkan madzhabnya yang didukung buku induk yang masih terjamin keasliannya hingga saat ini.

4. Ternyata para Imam Madzhab itu mempunyai mata rantai dan jaringan intelektual diantara mereka.

Imam Abu Hanifah pada waktu menunaikan ibadah haji sempat bertemu dengan Imam Malik di Madinah. Hal itu merupakan pertemuan dua tokoh besar dari dua aliran yang berbeda. Imam Abu Hanifah sebagai tokoh aliran Ahlur Ra`yi, sedangkan Imam malik merupakan tokoh aliran Ahlul Hadits. Kedua tokoh ini sempat melakukan dialog ilmiah interaktif di Madinah, yang berakhir dengan sikap saling memuji dan mengakui kepakaran masing-masing di hadapan pengikutnya.

Peristiwa itu kemudian mendorong salah seorang murid senior Imam Abu Hanifah, yakni Imam Muhammad bin Hasan, belajar kepada Imam Malik di madinah selama dua tahun.

Imam Syafi`i yang cukup lama menjadi murid Imam malik dan selama sembilan tahun mengikuti madzhab Maliki, tertarik mempelajari madzhab Hanafi. Ia berguru kepada Imam Muhammad bin Hasan yang waktu itu menggantikan Abu Hanifah yang sudah wafat.

Ternyata Imam Muhammad bin Hasan ini sudah pernah bertemu akrab dengan Imam Syafi`i sewaktu sama-sama belajar kepada Imam Malik di Madinah. Diantara keduanya saling tertarik dan mengagumi. Itu terbukti, waktu Imam Syafi`i ditangkap oleh pemerintah Abbasiyah karena fitnah terlibat gerakan `Alawiyah di Yaman, yang membela dan memberikan jaminan adalah Imam Muhammad bin Hasan.

Dan yang terakhir, selama Imam Syafi’i berada di Baghdad yang kedua, Imam Ahmad bin Hanbal cukup lama belajar kepada Imam Syafi`i. Kalau diperhatikan, ternyata keempat imam madzhab tersebut mempunyai sekap tawadhdhu` dan saling menghormati. Dan popularitas masing-masing tidak mempengaruhi sikap dan perilaku akhlaqul karimahnya. Itu merupakan citra terpuji dari para pemegang amanah keilmuan yang luar biasa. Hal demikian patut diteladani oleh para pengikut madzhab selanjutnya.

Disarikan dari buku Aswaja An Nahdliyah PWNU Jatim
Mufarrihul Hazin

Sampai Kapan G30S Terjawab?

1334351187767635712


(Sumber Foto dari Google)




Peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang dikenal dengan G30S masih menarik untuk selalu dikaji, terutama mengenai siapa yang menjadi dalang peristiwa berdarah itu. Berbagai buku yang ditulis oleh banyak kalangan pun menunjukkan beragam versi tentang peristiwa itu. Tragedi 30 September telah terjadi 43 tahun yang lalu. Banyak fakta objektif yang bersifat mutlak dan tidak bisa dipungkiri; antara lain keterlibatan PKI; ambiguitas Soekarno; CIA terlibat ;intrik dalam tubuh militer (khususnya AD); serta kedekatan hubungan personal antara pelaku utama G 30 S dengan Mayjen Soeharto, Pangkostrad/ Pangkopkamtib.

G 30 S juga tidak dapat diabaikan begitu saja, mengingat bahwa peristiwa tersebut menjadi faktor bagi operasi paling efektif pembasmian suatu ideologi di sebuah negara. Stigmatisasi yang diterapkan Soeharto terhadap mereka yang tidak terlibat langsung dengan komunisme misalnya melarang anak-anak eks tapol untuk menjadi pegawai negeri juga merupakan cara yang efektif untuk menutup kemungkinan bangkitnya komunisme di negeri ini.

Peristiwa yang sangat tragis di negeri ini. Banyak korban berjatuhan yang tidak tahu mereka terlibat atau tidak, tetap diekskusi dengan gaya militerisme yang menjadikan dalam sejarah tragedi terbesar di negeri ini. Bahkan ada sumber menyebutkan lebih dari 1 juta lebih yang menjadi korban di Jawa dan Bali. Ini sangat menjadi momok bagi masyarakat bahwa PKI, merupakan pelaku tunggal atas peristiwa berdarah itu. Penyebutan nama belakang PKI dalam gerakan 30 september itu mendedikasikan bahwa PKI merupakan faktor utama di balik peristiwa ini. Pembunuhan massal 1965-66 tidak boleh tidak merupakan kejahatan
kemanusiaan, tidak tergantung siapa pelakunya dan siapa korbannya. Begitu
juga penahanan/penjeblosan ribuan orang ke kamp-kamp tahanan
bertahun-tahun tanpa proses hukum adalah pelangaaran HAM yang besar.

Pada masa orde baru Sejarah mengalami masa gelap terkait gerakan 30 September 1965. banyak sumber- sumber sejarah yang di manipulasi, Sejarah dimanfaatkan untuk kepentingan politik penguasa dan rezim. Contoh nyata adalah penjelasan sejarah tentang Gerakan 30 september 1965, yang di izinkan hanya versi tunggal yang dikeluarkan oleh pemerintah. Di dalam buku putih yang dikeluarkan oleh Sekertaris Negara, di cantumkan secara tegas bahwa pemberontakan PKI. hingga di tingkat daerah harus dibasmi untuk membersihkan penyakit-penyakit pemerintah yang mereka namakan PKI beserta koleganya. Dengan cepat Militer Turun kedaerah-daerah untuk menumpas dengan slogan “matikan PKI sampai keakar-akarnya”

Begitu rumitnya masalah insiden 1965 ini, di karenakan sumber sejarah seakan di putar balikan oleh penulis resmi pemerintah yaitu Nugroho Notosusanto. Dan menurut Kathrine E. McGregor telah menunjukkan secara rinci tentang sebuah kenyataan dari ketunggalan dan keseragaman historiografi Indonesia yang diproduksi atau direproduksi di Indonesia. Bangunan historiografis menyeragamkan cara orang Indonesia memaknai dan merekontruksikan masa lalunya merupakan buah dari keberhasilan militer menempatkan idiologinya telah berhasil sebagai pusat berfikir historis. Militer sebagai sebuah intuisi dan ideologinya telah berhasil membangun citra baik untuk melegitimasi dirinya sendirinya maupun kekuasaannya yang didukungnya melalui pemaknaan tunggal dan naratif tunggal pada konstuksi masa lalu Indonesia. Dengan tangan Nugroho ini, pemaknaan tunggal bahwa PKI merupakan pihak yang disalahkan dalam peristiwa 1965. Seakan supremasi kekutan militer menjadi faktor utama dalam masalah ini.

Setelah masa Orde Baru lengser dari permukaan negeri ini, mengakibatkan banyak sejarawan meluruskan sejarah khususnya masalah tragedi pada tahun 1965. Banyak topik mengenai tragedi 1965 beredar di negar Indonesia. Dengan adanya pelurusan sejarah makin menjadikan beragam sejumlah hal-hal yang mengenai insiden’65. Dan sampai kapan masalah topik insiden 1965 akan berakhir. Peristiwa yang unik ini atau paling mengerikan di negeri menjadikan banyak penulis sejarah berminat atau mengkaji mngenai tragedi ini. Bukan itu saja pelanggaran HAM harus segera ditegakkan mengenai insiden ini. Sampai kapan masalah ini terselesaikan, tanpa ada garis miring PKI dibelakangnya?


Priya Purnama

Empat Rekomendasi Peneliti Pascagempa Aceh


USGS

Rentetan gempa tektonik di Aceh yang direkam US Geological Survey, Rabu (11/4/2012).

Para peneliti di Banda Aceh mengeluarkan empat poin rekomendasi kepada pemerintah pascagempa Aceh untuk mengantisipasi bahaya gempa dan tsunami ke depan menyusul perkembangan yang terjadi.

"Kami telah mengeluarkan empat butir rekomendasi pascagempa 11 April 2012. Kami berharap Pemerintah Pusat dan Aceh memperhatikan rekomendasi tersebut dengan melakukan survei mendalam," kata Dr Eng Syamsidik di Banda Aceh, Jumat (13/4/2012).

Rekomendasi itu disusun oleh konsorsium peneliti tsunami TDMRC Unsyiah, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementrian Kelautan dan Perikanan serta PT ASR.

Kepala Divisi Riset pada Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah itu menyatakan, banyak hal yang belum diketahui dampak dari gempa berkekuatan 8,5 pada Scala Richter, 11 April 2012 sebagai alasan ditekannya rekomendasi ini.

Rekomendasi pertama menyarankan Pemerintah Pusat dan Aceh melakukan penelitian mendalam terhadap dampak gempa dan tsunami terutama terhadap pulau-pulau kecil di sebelah barat Pulau Sumatera.

"Validasi melalui pengukuran dampak terhadap pulau-pulau tersebut penting dilakukan untuk memastikan bagaimana mekanisme penjalaran gelombang tersebut. Itu merupakan bagian dari rekomendasi kami," katanya.

Dalam rekomendasi kedua, para peneliti juga mengharapkan perlu adanya penelitian mendalam untuk memastikan mekanisme yang telah terjadi dan potensi kejadian di masa yang akan datang.

Gempa tanggal 11 April 2012 tersebut tidak menyebabkan tsunami besar sebagaimana gempa 26 Desember 2004 karena mekanisme fokal dari sumber gempa tidak sama.

"Kejadian gempa besar di luar zona subduksi seperti itu merupakan kejadian yang langka. Kejadian gempa itu berpotensi menambah energi pada lempeng yang berdekatan termasuk di dalamnya menambah potensi kejadian gempa-tsunami di sepanjang subduksi Indo-Australia dari Aceh hingga Selatan Pulau Jawa," jelas Syamsidik.

Sementara rekomendasi ketiga, yakni selaras dengan yang kedua maka perlu penguatan laboratorium tsunami di Aceh sebagai lokasi riset tsunami dunia yang menyimpan berbagai peristiwa unik dan penting untuk pembelajaran bagi Indonesia dan dunia.

Terakhir, peneliti merekomendasikan perlunya peningkatan kewaspadaan masyarakat Aceh terhadap potensi tsunami di sekitar pantai barat dan selatan Aceh. Kewaspadaan tersebut perlu juga diikuti dengan perbaikan infrastruktur evakuasi tsunami terutama jalan-jalan evakuasi, sistem peringatan dini (sirine), dan bangunan-bangunan evakuasi yang memadai.

"Pascagempa utama yang disertai tsunami 26 Desember 2004, wilayah Aceh khususnya ternyata masih dibayang-bayangi oleh gempa dahsyat seperti 11 April 2012. Karenanya kami berharap perhatian pemerintah untuk antisipasi dimasa mendatang," tutur Syamsidik.

Para peneliti yang terkumpul dari konsorsium itu masing-masing Dr Gegar Prasetya, Dr Widjokongko, Dr Semeidi Husrin, Dr Eldina Fatimah, Dr Eng Syamsidik, Bustamam MWRM, Yudha Nurdin MT, Ibrahim MT, Teuku Mahlil ST, Fauziah ST, Asrizal ST, Teuku M Rasyif, dan Ibnu Rusydy MSc.

ANT/kcm

Intelektualitas Kartini

Membaca Kartini (1879-1904) tak selesai hanya membaca sisi pemikiran radikalnya tentang perlunya progresifitas peran perempuan. Buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang (1938), yang saya punya dan saya baca, perempuan bukan satu-satunya yang ditulis oleh Kartini walau boleh dikatakan sebagai menu utama yang disajikan secara kritis, rasional, argumentatif dan penuh hasrat perubahan. Bagi saya, Kartini bukan sekadar seorang pejuang perempuan. Ia adalah pemikir yang brilian, terlepas dari orisinalitas surat-suratnya, yang oleh beberapa kalangan, dipertanyakan.

Putri dari Bupati Jepara R.M Adidapi Sosroningrat itu hidup dalam lingkungan keluarga bangsawan yang suka inovasi kemajuan, walaupun dalam beberapa kasus masih menunjukkan tradisonalitasnya –dalam arti leksikal: tak ingin ada perubahan, seperti tradisi memingit anak perempuan. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro yang pernah jadi Bupati Demak, juga terkenal sejak kala sebagai intelektual yang suka perubahan dan kemajuan. Begitu pun Kartini, kata kemajuan, dalam lembaran-lembaran surat-nya begitu banyak bertebaran di sana-sini.

Ada hasrat ingin melakukan sesuatu yang amat besar dalam gagasan-gagasan yang dilontarkan Kartini dalam buku kumpulan suratnya itu. Kartini, dengan demkian bukan hanya seorang yang suka omong kosong, dia adalah intelektual yang punya cara radikal mengungkapkan kegelisahan hati dan pikiran. Dan, hingga saat ini, menurut saya masih layak dikontekstualisasikan sebagai analisis problem sosial kekinian.

Dalam kritik agama misalnya, ketika pada masanya sedang terjadi gerakan pemurnian akidah di pelbagai negara, dia justru melakukan kritik tajam di luar batas zamannya, yang masih diliputi tradisionalisme akut dan beragama tanpa kritik. Kartini gelisah akan kehadiran agama, antara ia sebagai pembawa perdamaian dan pembawa petaka. “Agama harus menjaga kita kita dari perbuatan dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama,” tulis Kartini dalam surat yang ditujukan kepada Nona Zeehendelaar 19 Agustus 1899, ketika usianya setara usia mahasiswi, 20 tahun.

Kegelisahan Kartini remaja ini masih sahih dijadikan dalil untuk mengutuk mereka yang menggunakan kekerasan dan bahkan pembunuhan atas nama agama, yakni terorisme, seperti terekam ingatan kita akan hal itu dalam kejadian mutakhir Bom Jum’at (15/04) di Cirebon itu. Tindakan teror atas nama agama, dalam pandangan Kartini menjadikan agama tidak bisa menjaga kita dari perbuatan dosa, justru malah berbuat dosa. Ini adalah sebuah pemikiran progresif yang melampaui zaman dimana Kartini hidup.

Aku Mau
Pada masa itu, istilah modernisme belum banyak dikenal. Kartini, dalam surat-surat curhatnya yang kritis, lebih sering mengunakan sebutan “Zaman Baru”. Dia terkesima dengan warna peradaban baru dari Eropa yang dibawa Belanda ke masyarakat Bumiputra (Jawa-Indonesia). Dia tidak menampik zaman baru itu layak untuk diterapkan dalam masyarakatnya. Kartini sempat menyebut peradaban Eropa lebih tinggi dengan argumentasi sahnya kita meniru peradaban yang lebih tinggi.

“Pikiran saya, suka meniru itu tabiat manusia. Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik-baik; orang baik-baik itu meniru perbuatan orang yang lebih tinggi lagi, dan mereka itu meniru yang tertinggi pula –ialah orang Eropah.”(hlm.40). Memikirkan sesuatu hingga level peradaban bagi saya bukan setiap orang tertarik dan mampu. Ini tipikal intelektual yang tak mau tekungkung hanya pada satu persoalan hidup semata. Karena dalam peradaban, zaman baru selalu bergairah ditemukan, dan bukan hanya soal perempuan semata, walau hal itu tetap penting dikontekstualisasikan.

Ironisnya, kini, orang seperti Kartini amat jarang ditemukan. Apalagi yang masih berusia remaja. Remaja di masa “modernisme akut” sekarang, yang ditandai dengan banalitas meraih kesenangan biologis nan sensual, efisiensi tanpa makna dan efektivitas nihil spiritualitas, telah kehilangan jiwa kritik intelektualnya. Kita bisa melihat remaja seusia Kartini menulis surat itu lebih banyak melakukan kenakalan kontemporer (dalam bentuk seks luar nikah dan kriminalitas). Kenakalan remaja (baik putri maupun putra) kini bukan dalam bentuk tawuran dan membandel saja.

Dalam bahasa Kartini, remaja sekarang kehilangan daya hidup yang disebutnya “aku mau”. Semboyan Kartini itu tiada mudah ditemukan dalam situasi bangsa hingga saat ini. Remaja, dalam identifikasi James Siagel telah kehilangan “kepemudaannya”, yang kritis dan bermartabat. Padahal di sana kita bisa melenyapkan duri “aku tiada dapat,” seperti dilukiskan oleh Kartini dalam surat kepada Stella, 12 Januari 1900.

Bangsawan Tanpa Nalar
Daya hidup membangun peradaban bukan pada pesimisme, namun dalam optimism menempuh zaman baru, “aku mau”. Itulah iradah kuasa manusia. Usaha manusia yakin akan berhasil mencapai tujuan bila tetap berada dalam bara api peradaban. Kartini mengkritik: “Alangkah banyaknya tenaga, yang sekiranya boleh berguna dan membangun rahmat bagi tanah dan bangsa, tinggal tiada terpakai, oleh karena orang yang empunya tenaga itu, oleh karena congkak dan angkuhnya tiada sudi mempergunakannya.” (Awal Tahun 1990)

Kini, keterangan Kartini bukan hanya dibenarkan, namun justru mendapatkan kebenarannya sendiri, bahwa bangsa kita teertatih-tatih meniti peradaban bukan hanya karena orang-orangnya malas tak mau memanfaatkan sumber daya alam, namun juga merusak secara sadar tanpa mempertimbangkan akibatnya di kemudian hari, dengan korupsi jama’ah, pemanfaatan kekuasaan lebih besar dan perbuatan congkak lainya. Para bangsawan kita (kaum elite), dalam bahasa Kartini tidak disebut sebagai bangsawan pikiran dan bangsawan budi, apalagi intelektual. Perlukah Kartini dibangunkan dari kuburnya?

M Abdullah Badri

Risiko di Aceh Meningkat Pascagempa




Reuters

Seorang ibu dan anak balitanya mengungsi pasca gempa bumi di Aceh, Rabu (11/04).


Ahli seismologi mengatakan, gempa besar yang mengguncang Sumatera pekan ini adalah peristiwa yang hanya terjadi 2.000 tahun sekali. Meski dampak kerusakan tidak terlalu besar, gempa tersebut meningkatkan risiko tsunami besar di kawasan tersebut.

Gempa berkekuatan 8,5 dan gempa susulan sesudahnya adalah gempa jenis strike-slip dan merupakan tipe terbesar yang tercatat dalam sejarah, kata Kerry Sieh, Direktur Earth Observatory di Singapura. "Gempa itu sangat besar dan peristiwa yang jarang terjadi," kata Sieh kepada kantor berita Reuters. "Selain itu gempa susulannya juga merupakan gempa susulan terbesar kedua di dunia," ujar Sieh yang telah melakukan penelitian seismik di Sumatera selama bertahun-tahun.

Gempa strike-slip adalah gerakan horisontal akibat lempeng-lempeng bumi yang saling bertabrakan dan tidak memiliki kekuatan sebesar gerakan vertikal. Gempa kategori ini juga tidak memicu tsunami atau gelombang tinggi.

Pada 2004, gempa berkekuatan 9,1 mengguncang Aceh dan wilayah Sumatera lainnya, menewaskan 230.000 orang di 13 negara.

Sumatera, pulau terbarat Indonesia, memiliki sejarah gempa besar serta tsunami yang dipicu oleh pesisir pantai di sepanjang pulau tersebut, di mana lempengan tektonik India-Australia berada di bawah lempengan Eurasia. Hal ini menciptakan palung laut dalam karena setiap lempengan menyusup ke bawah lempengan lainnya sebanyak 1 cm per tahun.

Pada zona yang disebut dengan Sunda megathrust ini, tekanan meningkat ketika lempengan India-Australia membengkokkan lempengan Eurasia, seperti papan pelontar saat lempengan itu bergerak memasuki kerak bumi. Akhirnya ketika tekanan mencapai titik tertentu, ujung lempengan Eurasia tiba-tiba terpental ke atas dan memicu gempa bumi. Gerakan mendadak ini membuat permukaan laut naik dan volume air laut yang besar mengakibatkan terjadinya tsunami.

Risiko gempa

Sieh mengatakan, gempa yang terjadi Selasa lalu kemungkinan besar meningkatkan tekanan di batas-batas lempengen dekat Aceh dan menambah potensi gempa dengan kekuatan serupa seperti 2004. Penelitian Sieh yang telah dipublikasikan pada 2010 menunjukkan bahwa gempa delapan tahun lalu hanya melepaskan separuh saja dari tekanan yang tersimpan selama ratusan tahun di sepanjang garis Sunda megathrust yang mencapai 400 km. Hal itu menyebabkan risiko terjadinya gempa besar di Sumatera hanya tinggal menunggu waktu.

Pada 2008, Sieh dan kolega-koleganya juga sudah menemukan bahwa 700 km bagian Sunda megathrust berada di bawah kepulauan Mentawai. "Saya sangat yakin bahwa kita akan menyaksikan sebuah gempa besar di Mentawai dalam beberapa dekade mendatang dan kekuatan gempa itu akan setara dengan gempa yang baru saja terjadi," kata Sieh.

BBC indonesia / kcm

Gempa di Aceh dan Amerika Utara Berkaitan?


Gempa 8,5 SR melanda Aceh berpotensi tsunami, Rabu 11 April 2012. (Dailymail)

Gempa bumi bisa mengirimkan gelombang permukan jarak jauh.
Gempa berkekutan 8,5 Skala Richter (SR) yang mengguncang Aceh, Rabu lalu disusul beberapa gempa kuat di pantai barat Amerika Utara. Tapi, peneliti belum bisa memastikan apakah semua gempa ini berkaitan satu sama lain.

Mungkin, kata ahli geofisika, gempa yang menguncang lepas pantai Oregon, Michoacan, Meksiko, dan Teluk California ada hubungan dengan gempa kuat yang menghantam Indonesia. Adapun gempa yang menguncang empat daerah di atas berkekuatan 5,9 sampai 6,9 SR.

"Bumi kita dalam kondisi bergerak secara konstan," kata Aaron Velasco, pakar geofisika di University of Texas, El Paso. "Saya tidak mengatakan gempa ini tidak biasa. Tapi, kami akan mempelajari gempa-gempa ini, untuk melihat apakah ada hubungan di antara mereka."

Tak disangkal, satu gempa bumi dapat memicu gempa bumi lain dalam waktu berdekatan. Ini dikenal dengan fenomena gempa susulan.

Menurut ahli gempa dari University of Washington, John Vidale, gempa dapat memicu gempa lain dengan dua cara. Pertama, mereka menekan formasi terdekat sehingga mendeformasi kerak dan membuat runtuhan lain. Mekanisme ini terisolasi di sekitar gempa utama.

Kedua, gempa bumi pun bisa mengirimkan gelombang permukan jarak jauh. Misalnya, goyangan dari gempa di Indonesia, Rabu lalu, terdeteksi di stasiun pemantauan seismik di Amerika Serikat. Getaran gempa itu mungkin tidak merusak kerak, tapi peneliti masih membuka kemungkinan bahwa itu masih bisa memicu gempa kecil.

"Perkiraan sata, goncangan gempa Aceh cukup kuat untuk memicu sedikit aktivitas," kata Vidale kepada LiveScience.

Tapi, jika aktivitas di pantai barat Amerika Utara itu terkait gempa Sumetara, imbuhnya, itu bukan sesuatu yang luar biasa. Velasco mengakui pembuktian keterkaitan dua gempa dengan jarak jauh dengan selang waktu hitungan jam, merupakan tantangan terberat ilmuwan.

Data rekaman gempa bumi yang ada belum memungkinkan ilmuwan menemukan pola pasti. "Kami tak cukup data untuk mengatakan: Iya, berhubungan. Tapi, kami pun tak cukup bukti untuk mengatakan sebaliknya."

Dailymail/vivanews

Ilmuwan Temukan Galaksi 'UFO'

Headline
mashable.com


Teleskop angkasa Hubble Space Telescope menemukan galaksi yang apabila dilihat dari samping, bentuknya menyerupai UFO. Benarkah?

Seperti dikutip dari Mashable, Teleskop Hubble menjuluki foto tersebut sebagai 'UFO Galaxy', yang berjarak sekira 35 juta tahun cahaya dari Bumi. Sementara nama asli dari galaksi tersebut sebagai NGC 2683.

"NGC 2683 adalah sebuah galaksi berbentuk spiral, yang membuat bentuknya mirip UFO," ujar pihak NASA ketika memberikan informasi gambar tersebut.

Galaxy itu pertama kali ditemukan pada 5 Februari 1788, oleh astronom William Herschel, yang berlokasi di konstelasi Lynx di langit utara. Namun julukan "Galaksi UFO" diberikan oleh para astronom di Astronot Memorial Planetarium and Observatory.

Hubble Space Telescope telah mendapatkan banyak gambar alam semesta dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Teleskop tersebut merupakan misi gabungan dari NASA dan European Space Agency.

Mashable,