Al-Madain, Metropolitan Kuno di Tepi Sungai Tigris (2)
Al-Madain sangat menonjol selama Kekaisaran Parthian pada abad ke-1 Sebelum Masehi (SM). Kota tersebut sempat menjadi pusat pemerintahan.
Al-Madain menjadi sangat penting karena kota itu menjadi pusat sasaran militer bagi pemimpin Kekaisaran Romawi pada perang timur mereka.
Sejarah mencatat, kota tersebut sempat lima kali direbut Roma, tiga kali di antaranya pada abad ke-2 M.
Kaisar Trajan menguasai Ctesiphon pada 116, namun penerusnya, Hadrian, memutuskan untuk mengembalikan Ctesiphon tahun berikutnya sebagai bagian dari penyelesaian damai.
Jenderal Romawi, Avidius Cassius, merebut kota ini pada 164 M, selama Perang Parthia, namun ditinggalkan ketika perang berakhir. Pada 197 M, Kaisar Septimius Severus menguasai Al-Madain dan membawa ribuan penduduk yang kemudian dijual sebagai budak.
Pada akhir abad ke-3 M, setelah Parthia digantikan oleh Sassanis, kota ini kembali menjadi sumber konflik dengan Roma. Pada 283 M, Kaisar Galerius dikalahkan di luar kota tersebut. Setahun kemudian, ia kembali lagi dan meraih kemenangan pada pengepungan kelima.
Al-Madain pun dikuasai oleh bangsa Romawi pada 299. Ia mengembalikan kota tersebut kepada Raja Persia Narses dan menukarnya dengan Armenia serta Mesopotamia Barat.
Al-Madain di era Islam
Al-Madain jatuh ke tangan tentara Muslim selama penaklukan Islam atas Persia pada 637 di bawah komando Sa'ad bin Abi Waqqash. Masyarakat yang ada di wilayah itu tak dirugikan dengan datangnya pasukan tentara Islam. Sayangnya, istana dan arsip mereka dibakar.
Kota itu mulai kehilangan pamor ketika wilayah itu tak lagi menjadi pusat politik dan ekonomi. Terlebih di era Abbasiyah muncul metropolitan baru bernama Baghdad pada abad ke-8. Al-Madain pun berubah menjadi kota hantu karena ditinggalkan penduduknya. Penduduknya ramai-ramai bermigrasi.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda