Profil Santri Makkah (II):Syeh Muhammad Saleh Al-Minankabawi (w. 1351 H)
Beliau merupakan salah satu profil santri Makkah, yang kemudian menjadi ulama besar dan memiliki charisma yang sangat tinggi di kalangan Arab Makkah dan juga kalangan santri-santri nusantara. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwa Makkah menjadi pusat ilmu agama, karena tempat turunnya al-Qur’an dan tempat kelahiran manusia paling sempurna Muhammad Saw. Daya tarik baitullah begitu kuat, sehingga membuat setiap orang ingin mengunjunginya, termasuk santri-santri nusantara yang menimba ilmu di kota tertua di dunia.
Minangkabau, tempat ini menjadi saksi, telah lahir seorang ulama besar yang mengharumkan tanah kelahirannya. Setiap ulama hebat, sudah pasti membawa nama tempat dan madhabnya, sebagai identitas. Sebut saja, al-Fadani (Padang), al-Turmusi (Termas), al-Falambani (Palembang), Al-Mandili (Mandailing) al-Jokjawi (Jokjakarta), Al-Bantani (Banten), Al-Makasari (Makasar), Al-Banjari (Banjar), Al-Bukhuri (Bogor), Al-Batawi (Betawi). Di dalam banyak keterangan kitab ‘’Kifayatu al-Mustafid’’, secara rinci disebutkan disebutkan santri-santri yang pernah belajar kepada Syeh Muhammad Mahfud al-Turmusi, bahkan guru-gurunya juga dijelaskan secara terperinci.
Syeh Muhammad Saleh al-Minangkabawi merupakan mutiara Sumatra yang berkilau dikota suci Makkah. ini, masih terdapat beberapa perkara yang masih bersimpang-siur. Syeh Muhammad Saleh dilahirkan di Kampung Tungkar, Luak Tanah Datar, Minangkabau, Sumatera Barat. Beliau lahir pada tahun 1266 H- dan wafat pada 17 Zulkaedah 1351 Hijrah/12 Mac 1933 Masihi di Kuala Lumpur. Walaupun beliau tinggal di negeri Jiran (Malaysia), tetap saja namanya melekat kuat ‘’Al-Minankabawai’’ berdarah Sumatra-Indonesia.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa santri-santri Indonesia memiliki ikatan erat satu dengan lainnya, baik secara geografis (Nusantara), akidah (al-Asary), dengan madhab ‘’Al-Syafii’’, sebagaian dari mereka penganut ‘’Tariqoh’’, sepert; al-Tijaniyah, Naksabandiyah, Qodiriyah, Sanusiyah dll. Seiring dengan perkembangan politik, dimana Saudi Arabia menguasai dua tanah suci, kebijakanya-pun berubah total. Ahirnya semua bentuk Tariqoh (tasawuf di larang), dan tidak diberikan tempat sedikitpun.
Di dalam banyak sejarah, Syeh Ahmad Khatib Minangkabau (lahir 1276 Hijrah) bersahabat erat dengan Syeih Mukhtar al-Jawi al-Bukhuri (lahir 1278 Hijrah) dan Syeih Imamn Nawawi Al-Bantani Bantan (1230 Hijrah). Sudah menjadi tradisi, setiap pendatang baru dari nusantara, selalu belajar kepada seniornya, sebagaimana Syeh Ahmad belajar kepada Imam Nawawi al-Banti. Jadi, ilmunya yang diajarkan menyambung dan jelas asal usunya. Syeh Mahfud al-Turmusi misalnya, setiap menulis karya, beliau catat kapan dimualai dan kapan selesai, sebagiaman penjelasan beliau di dalam kita ‘’Manhaj Daw al-Nadhor’’.
Syeih Muhammad Saleh memulai belajar di kota sacral Makkah sejak berumur 6 tahun mendapat pendidikan daripada orang tuanya, Syeikh Muhammad Thayib, Syeh Abdullah, ulama terkemuka di Makkah. Sama persis dengan KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asary, Syeh Sirajudin Abbas, serta santri-santri Indonesia lainya, dimana guru-guru mereka juga berdarah Indonesia, dan sebagian lagi memang penduduk Makkah. Di antara mereka ialah, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Sayyid Abu Bakar Syatha (yang mengubah nama Mohammad Darwis menjadi Ahmad Dahlan), Syeh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki, Syeikh ‘Abdul Hamid asy-Syarwani, Saiyid ‘Umar Ba Junaid, Saiyid Muhammad Sa’id Babshail dan Saiyid ‘Abdullah Zawawi.
Setelah belajar selama 17 tahun di Makkah, beliau kemudian kembali ketanah Kelahiranya, dengan tujuan mengamalkan ilmu yang telah diperoleh selama ini. Ulama-ulama terdahulu tidak pernah belajar dengan tujuan menjadi pejabat, serta pingin popularitas, atau ingin memperoleh kedudukan tinggi. Kebersihan pikiran dari segala keinginan itulah, ahirnya memudahkan jalannya menuju kebaikan di dunia maupun ahirat. Ibarat seorang petani yang menanam padi, secara otomatis akan tumbuh rumput. Begitu juga orang yang menuntut ilmu ihlas, semata-mata karena Allah Swt, maka kelak Allah Swt akan menempatkan dirinya sesuai dengan ilmu yang dipejarinya. Inilah yang disebut dengan ilmu yang bermanfaat.
Teringat dengan artikel Duber RI, Pak Djoko di Swis, bahwa seorang pengajar jika tidak memiliki karya tulis akan diketawain. Karya tulis itu bukti dari eksistensi seorang pelajar atau pengajar (dosen/guru). Sangat aneh, jika sebuah perguruan tinggi menolak gagasan Diknas seputar kewajiban menulis karya Ilmiyah yang di publis di jurnal. Sebab, jauh-jauh sebelum Indonesia merdeka, ulama dan intelektual muslim yang belajar di Makkah sudah menulis ratusan karya ilmiyah dengan segala ketebatasan.
Syeh Salah benar-benar membutikan kepada dunia, bahwa orang Sumatra juga bisa berkualitas, sebagaimana pepatah Arab ‘’Barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil’’. Kesungguhan di dalam belajar, dan keihalasanya di dalam menuntut ilmu, dan produktifitas usianya, beliau menulis karya ilmiyah, di antaranya sebagai berikut:
1- Mawa’izhul Badi’ah, diselesaikan pada 24 Muharam 1335 Hijrah. Dicetak Mathba’ah Al-Ahmadiah, 1344 Hijrah. Kandungannya merupakan nasihat dan akhlak yang diringkaskan daripada Mawa’izhul Badi’ah karya Syeikh ‘Abdur Rauf bin ‘Ali al-Fansuri.
2- Kasyful Asrar, diselesaikan pada hari Selasa, 27 Safar 1344 Hijrah. Cetakan yang pertama hingga cetakan yang ke 29 oleh Maktabah wa Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura (kitab Tasawuf).
3- Jalan Kematian, diselesaikan 14 Jamadilakhir 1344 Hijrah. Dicetak pada bahagian akhir Kasyfur Asrar oleh Maktabah wa Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura.
4- Nashihatul Mubtadi, tanpa tarikh. Cetakan yang pertama Maktabah wa Mathba’ah Al-Ahmadiah, 1346 Hijrah/1927 Masihi.
Syeh al-Habib Sholih al-Idrus salah satu santri Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki pernah bercerita bahwa keramat yang sesungguhnya ialah karya tulis. Para ulama bisa dikatakan memiliki keramat ketika sudah meninggalkan tulisan. Dan tulisan itu akan menjadikan manusia hidup selamanya. Dengan tulisan itulah, gagasan-gagasannya bisa berkembang dan memberikan ispirasi dan motifasi kepada para pembaca di mana saja berada.
Tarbawi
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda