Spesies "Alien" Menginvasi Antartika
Ancaman bukan datang dari luar angkasa, namun dari saku dan tas pendatang.
Antartika, adalah benua terdingin di muka Bumi, yang mencakup luas 13.200.000 kilometer persegi, di mana sebagian besar tertutup es sepanjang tahun. Kini, para ilmuwan sedang mengkhawatirkan invasi "alien" di sana -- yang bukan datang dari luar angkasa, namun dari saku dan tas para pendatang.
Benih dan tanaman secara tak sengaja terbawa ke Antartika oleh para turis dan ilmuwan, bisa memicu perkembangan spesies tanaman asing, yang bisa mengancam kelangsungan hidup tanaman asli. Dikhawatirkan ia akan mengancam keseimbangan ekosistem.
Invasi tanaman asing adalah satu di antara ancaman signifikan terhadap konservasi di Antartika, khususnya saat perubahan iklim makin menghangatkan benua es itu. Demikian dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, Selasa, 6 Maret 2012.
Lebih dari 33.000 turis dan 7.000 ilmuwan datang ke Antartika tiap tahunnya, menumpang kapal dan pesawat. Survei yang dilakukan selama dua bulan dengan responden para pengunjung Antartika menemukan, beberapa di antara mereka mengaku, membawa bibit tanaman dari negara lain yang sebelumnya mereka kunjungi.
Dari hasil penyedotan dari kantong, celana, manset, sepatu dan dalam tas mereka. Juga pinset untuk menjepit biji-biji yang kemungkinan tersembunyi didapatkan, rata-rata setiap orang memiliki 9,5 benih tersembunyi dalam pakaian dan peralatan mereka.
"Makin banyak barang yang dibawa pengunjung, makin banyak pula bibit yang tak sengaja mereka bawa. Ini adalah ancaman besar," kata Dana Bergstrom, dari Divisi Antartika Australia, kepada Reuters. "Kita mulai kehilangan keanekaragaman hayati asli dan berharga yang dimiliki Antartika."
Di antara spesies "alien" yang ditemukan adalah bunga poppy Islandia, rumput Fescue, dan sejenis rumput yang tumbuh di musim dingin -- kesemuanya berasal dari lokasi yang dingin, yang berpotensi bisa tumbuh di Antartika.
Semenanjung Antartika, di mana para turis biasanya berkunjung, saat ini dianggap sebagai "hot spot" dari benua beku itu, di mana iklimnya relatif lebih hangat, sehingga mudah bagi bibit untuk tumbuh. "Tingkat pemanasan di semenanjung adalah yang terbesar di planet Bumi," kata Bergstrom.
Butuh hampir tiga tahun untuk mengidentifikasi spesies benih dan pengaruhnya di benua es.
(hp)./vivanews
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda