Supersemar: Ruang Gelap Sejarah di Bulan Maret
Maret, bulan teka-teki. Candra berselubung kabut misteri. Polemik sejarah bangsa kembali mengemuka di bulan ini. Supersemar, kembali digali, diperbincangkan, dipertanyakan, lalu disimpan. Untuk kemudian dibuka lagi tahun depan. Dengan perbincangan dan pertanyaan yang sama. Sementara kaum cendekia melalui teori konspirasi mencoba menelusuri apa yang sesungguhnya terjadi. Surat Perintah 11 Maret tetap seolah menjadi ruang gelap atau misteri dalam percaturan politik tingkat tinggi. Kita sih, masyarakat biasa biar saja menerka-nerka. Karena sejarah toh, teks milik penguasa. Meski sebenarnya, hingga kini kakek-nenek kita sulit menyembuhkan trauma. Ingatan mereka masih segar saat menyaksikan sendiri, bagaimana tragisnya hari-hari setelah lahirnya ”surat sakti” ini. Bau amis, banjir darah. Anak bangsa menghabisi nyawa saudaranya sendiri.
Di suatu ruang di Istana Bogor 11 Maret, 46 tahun silam. Udara Bogor masih sangat segar waktu itu. Seorang Presiden yang juga Panglima Tertinggi Angkatan Darat menandatangai Surat Perintah Harian berisi pemberian tugas kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan terkait situasi politik saat itu. Tindakan dimaksud agar tetap terjaminnya kemananan, ketenangan serta kestabilan roda pemerintahan dan jalannya Revolusi. Tak lama usai Soekarno menandatangani surat itu, tak disangka cuaca politik Indonesia berubah seketika. Kurang dari 24 jam, Letjen. Soeharto yang menerima surat tugas, langsung sigap bekerja. Ia membubarkan PKI, menangkap menteri-menteri, serta menyingkirkan orang-orang yang dianggap sejalan dengan Pemimpin Besar Revolusi, Soekarno. Ini yang oleh para ahli dianggap sebagai langkah ”cerdas” menjawab kekhawatiran munculnya usaha pendongkelan terkait keabsahan tindakannya tersebut. Meski, selalu saja akan ada ilalang yang tersisa.
Setahun setelah Supersemar lahir, Presiden Soekarno pun tersingkir. Sebagai penguasa ia terjungkir, secara politik ia terisolasi. Kalau sudah begini. Tepatkah bila lahirnya Supersemar dianggap sebagai ”kudeta terselubung”? Mengapa Supersemar dimanipulasi menjadi alat menggembosi kabinet? Apakah Supersemar sebagai surat pelimpahan kekuasaan atau cuma sejenis instrukti teknis? Ah, Supersemar itu ibarat benang kusut. Naskah aslinya yang konon ada tiga versi pun benar membuat rieut (pusing). Yang jelas, adanya Supersemar menjadi tanda perubahan penting haluan politik Indonesia di dalam dan ke luar negeri. Di dalam negeri, pascalahirnya Supersemar terjadi arus balik arah politik dari sipil ke militer, dari politik kerakyatan berbalik kiblat ke kaum elite. Terkait kebijakan luar negeri, orientasi yang semula bejabatan erat dengan kaum kiri berpaling muka ke arah kanan, dari yang semula antinekolim (neo-kolonialisme dan imperialisme) berubah drastis menjadi sangat promodal asing, kapitalis.
Itu Supersemar. Jelaga pekat yang melekat di candra Maret. Bagian dari peristiwa yang ada di catatan buku sejarah sekolah kita. Bagian dari masa lalu yang sedikit banyak bisa jadi cermin. Cermin kan gak mesti selalu jelas. Bagaimanapun sejarah tak mesti terulang. Hanya, kegagalan belajar dari sejarah yang biasanya terus terjadi. Wallahu a’lam.
rusata tang
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda