LINTASAN SEJARAH ISLAM (9) : IKHTISAR TARIKH KHALIFAH AL-RASYIDIN (632-661 M)
LINTASAN SEJARAH ISLAM (9)
IKHTISAR TARIKH KHALIFAH AL-RASYIDIN (632-661 M)
Nabi Muhammad s.a. w. wafat pada tahun 10 H atau 632 M dalam usia 63 tahun. Karena tidak meninggalkan wasiat segera kaum Anshar dan Muhajiriin berkumpul di balai kota Bani Saidah, Madinah, untuk bermusyawarah. Melalui perdebatan yang sengit, khususnya antara pemimpin kaum Anshar dan Muhajirin. pada akhirnya Abu Bakar terpilih sebagai khalifah atau pengganti Nabi dalam kepemimpinan politik dan pemerintahan. Sayang, hanya dua tahun beliau memegang tampuk pimpinan dan selama masa yang pendek itu beliau harus menyesaikan banyak persoalan setelah wafatnya Nabi Muhammad s.a.w.
Di antara persoalan itu ialah anggapan beberapa kabilah yang memandang bahwa setelah Nabi wafat, sudah tidak ada lagi pemerintahan Madinah. Di samping itu terdapat sejumlah orang yang mengaku diri sebagai nabi. Persoalan-persoalan tersebut menimbulkan banyak perselisihan yang harus diselesaikan dengan bijak. Kabilah-kabilah yang menganggap pemerintahan Madinah tamat setelah wafatnya Nabi, menolak untuk tunduk pada pemerintahan Madinah. Perang tidak terhindarkan dalam upaya meredam pembrontakan dan pembangkangan. Yang terbesar di antaranya ialah Perang Ridlah, perang menentang kemurtadan.
Pada masa khalifah Abu Bakar sistem pemerintahan bersifat sentralistik. Khalifah juga berperan sebagai pelaksana hukum dan undang-undang.
Setelah menyelesaikan masalah dalam negeri selama beberapa bulan, khalifah Abu Bakar mulai bertindak untuk memecahkan masalah luar negeri. Dia memerintahkan pasukan tentaranya menuju Iraq dan mengambil kembali wilayah kerajaan Hirah, sebuah kerajaan Arab yang diduduki kerajaan Ghazzan yang beribukota di Damaskus. Kerajaan Ghazzan merupakan bagian dari kemaharajaan Byzantium yang memiliki otonomi. Sayang Abu Bakar wafat ketika tentaranya sedang berperang di Iraq dan Palestina.
Hirah. Mengapa kerajaan Hira diserang? Kerajaan ini terletak di bagian utara Jazirah Arab, di lembah sungai Eufrat yang subur. Sejak lama wilayah ini merupakan tempat tinggal orang Arab. Menjelang lahirnya agama Islam, yaitu pada tahun 528 M, penguasa Bani Gahzzan yang memerintah wilayah Palestina dan Yordania dan merupakan tangan kanan kemaharajaan Byzantium, menyerbu kerajaan Hira, tetapi gagal. Pada tahun 590 M (dua puluh tahun setelah lahirnya Muhammad) kerajaan Hira berhasil direbut oleh Bani Ghazzan dan ribuan penduduknya mengungsi ke sebelah selatan, antara lain ke Madinah. Namun tidak lama kemudian wilayah ini diduduki oleh tentara Persia. Byzantium kembali menyerang wilayah ini bebetapa tahun kemudian dan mendudukinya.
Pada tahun 614 H raja Hira berhasil membebaskan diri darI kekuasaan Byzantium. Dalam perang 18 tahun antara Persia dan Byzantium (610-618 M) kerajaan ini berpihak kepada Persia. Karena tentara Persia mengalami kekalahan, maka kembali Hira diduduki oleh Byzantium. Bani Ghazzan menempatkan seorang raja dari kaumnya di wilayah ini. Menjelang Nabi Muhammad wafat, yaitu pada tahun 631 M, beliau mengirim missi dagang dan dakwah ke wilayah ini, namun rombongan missi dari Madinah ini dibunuh oleh raja dari Bani Ghazzan. Ketika Abu Bakar dipilih menjadi khalifah, persoalan ini segera menjadi prioritas dari kebijakan luar negerinya.. Pada tahun 632 M tentara Madinah menyerbu Hira dan berhasil merebutnya. Direbutnya Hira membuat murka kaisar Byzantium. Mereka mengumpulkan pasukan untuk memerangi tentara kaum Muslimin. Peperangan pecah di Yarmuk pada tahun 634 M. Tentara Byzantium berhasil dipukul mundur. Setelah kemenangan di Yarmuk ini tentara Madinah menyerbu Damaskus, ibukota kerajaan Bani Ghazzan dan terus melakukan penaklukan ke atas Palestina. Sayang, ketika tentara Madinah berperang di Syria, khalifah Abu Bakar wafat dan digantikan oleh Umar bin Khattab. Selain itu ada sebab lain. Karena kuatir Islam menjadi kekuatan baru yang menonjol, Byzantium mendukung gerakan pembangkangan dan makar yang dilakukan beberapa suku Arab setelah Nabi wafat.
Kerajaan Ghazan di Syria dan Palesta adalah kerajaan Arab tua yang ditaklukkan oleh Byzantium pada tahun 63 SM. Pada tahun 67 – 75 M orang-orang Yahudi mengorganisir sejumlah pemerontakan terhadap penguasa Rumawi. Ketika itu penguasa Rumawi belum memeluk agama Kristen. Pembrontakan orang Yahudi ini ditumpas oleh jenderal Titus pada tahun 70 M. Yerusalem direbut dan kuil Nabi Sulaiman di dataran tinggi Zion dihancurkan. Ribuan orang Yahudi dibunuh secara kejam, sehingga terjadilah diaspora besar-besaran. Sejak peristiwa itulah wewenang Bani Ghazzam meliputi wilayah Palestina, Syria dan Yordania. Ini juga dipaparkan dalam Perjanjian Baru (Korintus XI:32)
Umar bin Khattab
Pada tahun 634 M Umar bin Khattab dipilih sebagai pengganti Abu Bakar dalam sebuah musyawarah. Pemilihan itu berlangsung ketika Abu Bakar sedang sakit keras. Beberapa peristiwa penting yang terjadi pada masa pemerintahannya selain penaklukan Syria, Yordania dan Palestina ialah penaklukkan Mesir pada tahun 637 M. Pada tahun yang sama seluruh wilayah Iraq juga mengakui pemerintahan Umar bin Khattab di Madinah. Setelah Mesir, giliran Persia ditaklukkan. Pada tahun 637 M juga Madain, ibukota Persia,berhasil direbut oleh tentara Madnah dan pada tahun 641 Mosul direbut pula. Dengan demikian di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, wilayah kekuasaan kaum Muslimin sudah meliputi Jazirah Arab, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Mesir dan Persia.
Karena perluasan wilayah terjadi dalam waktu yang cepat, maka Umar segera mengatur administrasi negara dengan memakai model Persia. Wilayah kekhalifatan di bagi ke dalam delapan propinsi: Mekah, Madinah, Syria, Aljazirah, Basra, Kufa, Palestina dan Mesir. Beberapa departemen dibentuk, sistem pembayaran gaji dan pajak tanah disusun pula. Pengadilan didirikan. Umar bin Khattab memisahkan kekuasaan eksekutif dan judikatif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk.
Yang paling menonjol ialah dibentuknya Baitul Mal, sebagai lembaga ekonomi dan perbendaharaan negara. Mata uang emas (dinar) ditempa dan tahun Hijriah diresmikan.
Umar wafat pada tahun 644 M setelah dibunuh oleh seorang fedayen dari Persia yang menyamar sebagai seorang hamba sahaya. Sebelum wafat beliau menunjuk enam orang sahabat sebagai presidium yang tugasnya memilih seorang di antara mereka menjadi khalifah. Keenam sahabat itu ialah Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqas dan Abdul Rahman bin Auf. Dalam musyawarah yang berlangsung alot, pada akhirnya Usman bin Affan dipilih menjadi khalifah ke-3 mengalahkan saingan beratnya Ali bin Abi Thalib.
Usman bin Affan
Usman bin Affan menjabat sebagai khalifah selama hampir 12 tahun antara 644 – 655 M. Peristiwa-peristiwa yang menonjol semasa pemerintahan Usman bin Affan di antaranya ialah: Pertama,kitab suci al-Qur`an dikodifikasikan setelah ayat-ayat yang ditulis secara bertebaran dihimpun. Kedua,Armenia, Tunisia, Siprus, Rhodes dan sisa-sisa wilayah kemaharajaan Persia, Transoxiana dan Tabaristan berhasil direbut oleh kaum Muslimin. Perluasan wilayah pada zaman Usman dihentikan sampai di sini. Ketiga, semasa kepemimpinannya banyak orang tidak puas dan kecewa. Sekawanan pembangkang pada akhirnya membunuh Usman pada tahun 35 H atau 655 M.
Sebab-sebab kekecewaan terhadap Usman bin Affan: Pertama, jabatan-jabatan tinggi diberikan kepada sanak keluarga dan kerabat dekatnya. Yang menonjol ialah pengangkatan Marwan ibn Hakam sebagai penasehatnya. Dalam kenyataan yang menjalankan pemerintahan adalah Marwan, sedangkan Usman dipandang hanya bonekanya belaka. Kedua, Usman sangat lemah dalam menghadapi sanak keluarganya yang menyeleweng dan tidak tegas terhadap bawahan. Harta kekayaan negara dibagi-bagi oleh kerabatnnya tanpa pengawasan ketat.
Tetapi Usman sangat berjasa dalam mengkodifikasi al-Qur’an. Selain itu dia juga
Membangun bendungan-bendungan, jalan-jalan raya dan masjid-masjid. Masjid Nabi di Madinah diperluas. Setelah wafatnya, rakyat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib.
Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib menjabat kkhalifah selama lebih 4 tahun (656-661 M) dan memindahkan pusat pemerintahan ke Kufa di Iraq. Pada masa pemerintahan Ali banyak sekali pergolakan politik terjadi. Benih-benih perpecahan mulai pula nampak dan berakibat munculnya berbagai madzab keagamaaan. Dalam upaya meredam pergolakan-pergolakan politik, Ali melakukan berbagai tindakan: Pertama, tidak lama setelah mnduduki jabatan khalifah, Ali bin Abi Thalib memecat beberapa gubernur yang diangkat oleh Usman karena dianggap ceroboh menjalankan pemerintahan daerah dan menyebabkan timbulnya banyak pergolakan. Kedua, tanah-tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk yang menyerahkan sebagian dari hasil pendapatannya kepada negara, ditarik kembali. Ketiga, kebijakan Umar bin Khattab, yang dihapus pada masa Usman bin Affan, diberlakukan kembali. Misalnya pelaksanaan sistem distribusi pajak tahunan.
Pemberontakan pertama yang sengit dilakukan oleh Thalhah, Zubair dan Aisyah.
Mereka menuntut bela atas kematian Usman, sebab ketika Usman dibunuh, Ali dan pendukungnya beerada di Madinah. Pemberontakan ini dikenal dengan nama Perang Jamil atau Perang Unta, karena Aisyah mengendarai Unta. Tetapi pemberontakan ini berhasil dipadamkan. Zubair dan Thaljah terbunuh.
Pemberontakan yang paling sengit dan merubah jalannya sejarah Islam ialah perlawan Mu’awiyah, gubernur Damaskus, yang tidak lain adalah keponakan Usman bin Affan. Perang meletus di Shiffin, karena dikenal dengan nama Perang Shiffin.
Perang Shiffin dan Tahkim. Setelah memadamkan pemberontakan Zubair cs, Ali dipaksakan mengerahkan pasukan tentaranya dari Kufa ke Damaskus untuk memadamkan pemberontakan yang dilancarkan gubernur Damaskus, Mua’awiya. Mu’awya adalah keponakan Usman bin Affan yang menobatkan diri sebagai khalifah . Perang bekobar di Shiffin. Pada mulanya pasukan Ali memperoleh kemenangan. Tetapi tiba-tiba Mu’awiya meminta agar diadakan tahkim (arbitrase). Ali menerima ajakan itu, tanpa mendengar nasehat panglimanya bahwa itu hanya dipu muslihat Mu’awiya. Setelah setuju diadakan tahkim, maka beberapa tokoh ditunjuk menjadi hakim. Tugas para hakim ini ialah memilih siapa yang berhak yang menjadi khalifah. Tahkim memutuskan Mu’awiya berhak menjadi khalifah.
Sebagian pengikut Ali tidak puas dan kecewa. Mereka lantas memisahkan diri dari Ali membentuk organisasi sendiri serta melancarkan pemberontakan. Golongan baru ini menyebut dirinya sebagai Khawarij, artinya orang yang memisahkan diri atau keluar dari Partai Ali (syiah `Aliyun). Akibatnya pemerintahan kaum Muslimin terkatung-katung. Sememntara Mua’awiya menjalankan pemerintahan di Damaskus, Ali dan para pendukungnya meneruskan kegiatan politiknya di Kufa. Pada tahun 660 M golongan Khawarij merancang pembunuhan terhadap Ali dan Mua’awiyah. Ali berhasil dibunuh pada tanggal 20 Ramadhan 40 H, namun Mu’awiya selamat karena tidak ada di tempat.
Demikian kita lihat pada masa akhir pemerintahan Ali, umat Islam itu terpecah menjadi tiga golongan:
1. Partai Mu’awiyah atau Umayyah.
2. Partai Ali atau Syiah `Ali, selanjutnya disebut Syiah.
3. Partai Khawarij.
Dengan keluarnya Kkhawarij dari barisan pengikut Ali, maka Partai Ali semakin lemah, sedangkan Partai Umayyah semakin kuat. Kedudukan Ali diganti oleh putranya Hasan. Dia adalah pemuda yang lemah. Tidak lama setelah mengganti ayahnya, dia mengadakan perjanjian damai dengan Muawiya. Dalam perjanjian damai itu disebutkan bahwa demi persatuan umat Islam, kepemimpinan diserahkan kepada Mu’awiya ibn Abi Sufyan. Peristiwa itu terjadi pada tahun 661 M dan dengan demikian bermula pulalah pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus.
Sebagai catatan penutup sehubungan dengan perkembangan Islam pada zaman Khalifah al-Rasyidin, dapat dikemukakan di sini pendapat umum para ahli sejarah: Luasna wilayah yang direbut umat Islam tidak lama setelah wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. memang cukup menakjubkan. Padahal bangsa Arab tidak memiliki pengalaman politik dan perluasan wilayah ytang memadai. Para sejarawan memperkirakan ada banyak faktor yang melatari keberhasilan bangsa Arab menyebarkan agama Islam dan merebut wilayah yang luas dalam waktu yang relatif cepat sbb:
1. Karena tantangan kaum Quraysh dan kabilah-kabilah Arab pada masa-masa
awal perkembangannya, Islam muncul bukan semata-mata sebagai agama yang mengutamakan amal ibadah, tetapi juga didesak oleh keharusan membentuk masyarakat (millat, jamaah, ummah) yang kokoh. Dengan demikian ia bisa mempertahankan diri dari serangan kelompok-kelompok yang senang menggunakan kekerasan. Dengan demikian pula orang Islam dapat menegakkan keberadaannya secara mandiri tanpa tergantung pada pertolongan kekuatan politik golongan lain. Berkali-kali dakwah Islam dilakukan secara halus, tetapi ternyata keadaan memaksa orang Islam mengangkat senjata untuk mempertahankan diri.
2. Nabi Muhammad s.a.w. berhasil menempa semangat para sahabat, tabiin dan
pengikutnya bahwa kewajiban menyebar agama adalah penting dan mesti dilaksanakan dalam keadaan apa pun. Tetapi dakwah tidak boleh dilakukan dengan pemaksaan. Semangat berdakwah dan pengalaman dalam peperangan itulah ang membentuk kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
3. Persia dan Byzantium, dua kemaharajaan besar, mengalami kemunduran disebabkan keduanya terlibat dalam perang merebut hegemoni tanpa kesudahan sejak beberapa abad. Pada akhirnya ketika Islam muncul keduanya terperangkap dalam persoalan dalam negeri masing-masing. Byzantium pada awal abad ke-7 M dilanda berbagai kerusuhan, perpecahan sekte keagamaan dan meluasnya wabah penyakit kolera yang membinasakan sepertiga penduduknya. Terlalu besarnya biaya peperangan yang harus dikeluarkan membuat kekayaan negara menipis dan sebagai kompensasinya pemerintahan Byzantium memungut pajak yang tinggi dan menyengsarakan rakyatnya. Persia mengalami krisis kepemimpinan dan dihadapkan pada masalah internal yang parah.
4. Orang-orang Semit di Syria, Palestina dan Iraq, serta orang-orang Hamit di Mesir memandang orang Arab lebih dekat kepada mereka dibanding orang-orang Byzantium yang berbangsa Rumawi dan Yunani. Sejak lama mereka ingin membebaskan diri dari penjajahan bangsa Rumawi.
5. Mesir, Syria, Iraq dan Persia adalah negeri-negeri yang kaya pada masa itu. Kekayaan yang didapat dari negeri-negeri ini membantu penguasa Islam dapat membiayai penyebaran agama ke wilayah yang jauh. Pada masa pemerintahan Umayyah wilayah kekuasaan Islam membentang sampai Spanyol di ujung barat, sebagian India di ujung timur dan perbatasan negeri China (gunung Tian San) di ujung utara. Dengan demikian seluruh Asia Tengah telah ditaklukkan hingga batas negeri Rusia sekarang.
Perluasan wilayah terhenti pada zaman Abbasiyah (750-1258 M). Tetapi penyebaran agama Islam terus berjalan melalui kegiatan tabligh, dibantu mobilitas para pedagang Muslim yang berniaga hingga ke luar batas negeri Islam khususnya ke Afrika, India dan Asia Tenggara. Perluasan wilayah melalui peperangan baru bermula lagi pada abad ke-12 M yang dilakukan oleh Bani Ghaznawi, keturunan orang-orang Turk dari Afghanistan yang memerintah di Persia Timur dan India (Delhi) dan pada abad ke-14 di bawah pimpinan Bani Usmaniyah, keturunan orang-orang Turk yang bernanii, yang memerintah di Turki.
BERSAMBUNG)Peta perluasan Islam pada zaman Khalifah al-Rasyidin.
Prof.Dr. Abdul Hadi WM
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda