Minat pada Budaya Megalitikum (Batu Besar)
Minat terhadap kebudayaan batu besar ternyata belumlah lama berkembang. Di Eropa minat ini tumbuh pada abad 19, antara lain datang dari James Fergusson (1872) yg mempertanyakan fungsi dan usia batu2 besar dan kasar yg ditemukan di berbagai tempat, mulai dari Eropa, Asia, hingga kawasan Pasifik. Setelah itu, banyak penelitian lain seperti oleh De Mortillet (1874), T.E. Peet (1912), Mortimer Wheeler, Gordon Childe, W.H.R. Rivers dan Elliot Smith.
Yang cukup menarik adalah pendapat Elliot Smith yang melihat bahwa persebaran bangunan megalitik di kawasan Mediterania mendapat pengaruh dari tradisi megalitik Mesir. Lebih jauh lagi, Smith mengatakan bahwa ada hubungan langsung antara bangunan megalitik di Eropa dan Mediterania dengan penyembahan matahari. Smith juga menunjukkan bahwa bangunan2 megalitik di Oceania adalah karya para pendatang penyembah matahari.
Sementara itu Rivers melihat adanya hubungan budaya antara Indonesia dengan Melanesia dan Polinesia. Dalam persebaran budaya ini, Indonesia mempunyai posisi sangat penting karena merupakan mata rantai penghubung migrasi dari barat ke kawasan Pasifik, yaitu para pendiri bangunan megalitik penyembah surya.
Udah dulu ah..
Itulah cuplikan pengantar dari disertasi I Made Sutaba tentang tahta batu prasejarah di Bali. Disertasi ini kemudian dibukukan pada tahun 2001 dan diterbitkan oleh Yayasan Mahavhira, Yogya.
Ridwan Hutagalung
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda