RA Kartini Tak Begitu Populer Di Kampungnya Sendiri
Sabtu (7/4) saya dikejutkan oleh kenyataan bahwa di tanah kelahirannya sendiri, Kartini tidak begitu popular. Hal ini terungkap lewat kegiatan Tanya jawab di kelompok B sebuah TK desa / kota Kecamatan di mana Kartini dilahirkan, yaitu Mayong Kabupaten Jepara. Ketika teman saya menunjukkan gambar RA Kartini yang mengenakan Kebaya lengkap dengan sanggulnya, tak ada satupun anak yang mengenalinya. Padahal sudah dipancing dengan kunci jawaban: “Seorang pahlawan wanita yang lahir di sini dan dinyanyikan pula penggalan syair lagunya.” E, mereka malah bilang seorang pengantin. Sungguh geli bin pedih dan tertawa sendiri jadinya. Masak tokoh emansipasi yang dikagumi seantero negeri ternyata malah tidak dikenal di kampungnya sendiri?
Dua Tokoh wanita Lain
Ketokohan RA Kartini sebagai pejuang emansipasi memang kalah populer dengan dua tokoh wanita pemberani lain yang sama-sama berasal dari Jepara. Meskipun ketiganya dikenang sebagai pejuang bangsa, namun rupanya kependekaran Ratu Shima dan Ratu Kalinyamat dalam memimpin suatu Negara/pemerintahan lebih membekas di hati masyarakat umum di Jepara. Tentu saja ini berbeda dengan Kartini yang kepopulerannya lebih dikenal pada kalangan dunia pendidikan.
Raden Ajeng Kartini lahir di Mayong Jepara pada tanggal 21 Apri 1879 dikenal sebagai tokoh kebangkitan perempuan Jawa. Kartinilah yang mendobrak tradisi perempuan sebagai “konco wingking” dan terbelakang yang hanya boleh beraktivitas sekitar sumur, dapur dan kasur untuk menjadi manusia yang mempunyai kesempatan sama, yaitu mengenyam pendidikan setara dengan kaum laki-laki. Hal ini dibuktikan dengan mendirikan kegiatan pembelajaran bagi kaumnya di sela-sela kesibukannya mengurus keluarga. Hal ini karena dorongan keinginan Beliau memajukan kaum perempuan pribumii agar tidak terbelakang dan agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai warga masyarakat.
Ada beberapa dugaan mengapa Ratu shima dan Ratu Kalinyamat ketokohannya lebih populer dari RA Kartini, antara lain karena keduanya sebagai tokoh pemerintahan yang memegang kebijakan dan pengambil keputusan memang lebih dulu dikenal jauh sebelum kehadiran RA Kartini. Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara sebelumnya (Pati Unus), bersikap anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu. Sedang Ratu Shima (674 Masehi) adalah raja perempuan pertama yang mendirikan kerajaan Kalingga di daerah pantai utara jawa (sekitar Keling Jepara ) yang merupakan kerajaan pertama di Jawa.
Meskipun begitu tetap disayangkan apabila tokoh besar yang terkenal dengan buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” itu sampai tak dikenali oleh anak-anak harapan bangsa di kampungnya sendiri. Kejadian pagi tadi yang saya ceritakan di atas, mengingatkan pada pendidik untuk menggiatkan kembali pembelajaran menghargai pahlawannya lewat pengenalan sejarah perjuangan pahlawan-pahlawan kita tanpa kecuali pada anak-anak sejak dini.
Mengapa harus mengenal sejarah? Karena dengan mempelajari sejarah kita akan lebih menghargai apa yang kita miliki sebagai bangsa. Kita bisa menghargai dan menghormati pengorbanan pejuang para pendahulu yang tak lain untuk kebaikan, kemajuan dan kemudahan mencapai cita-cita yang kita inginkan di kemudian hari.
Bangsa Yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai para Pahlawannya.
Icha Nor
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda